Kamis, 17 November 2011

my love never die


My love never die
Nina pov
                “nina.,, kankermu sudah masuk stadium akhir. Kamu harus segera menjalankan kemoterapi lagi. kalau tidak….” pak ricky tidak melanjutkan kata-katanya, matanya menatapku dengan putus asa.
                “ya ayah.. tapi aku sudah lelah dengan semua pengobatan ini. Aku hanya ingin menikmati waktu terakhirku dengan tenang.” kataku sambil tersenyum, membalas tatapan pak ricky, ayah sekaligus dokterku. “Aku permisi dulu ayah.” Aku segera berdiri dan berjalan keluar ruangan dokter. Kuputuskan untuk pergi ke taman, menikmati kesendirianku dan menenangkan pikiranku.
                Bukannya aku tidak mau terus hidup, tapi aku sudah benar-benar lelah dengan semua pengobatan yang sia-sia ini. Apalagi pengobatan seperti ini membutuhkan uang yang tidak sedikit. Aku tau ayah dan ibu tidak keberatan mengeluarkan uang -yang begitu banyak jumlahnya itu- demi kesembuhanku, tapi aku tidak mau membebani mereka terus dengan penyakit yang tak mungkin bisa disembuhkan ini.
                memang tak ada yang tak mungkin didunia ini. tapi, persentase kesembuhanya sangat kecil. 20%. angka yang akan kudapat jika aku tetap melanjutkan kemoterapy. hidupku hanya bergantung pada angka 20 itu.
 kepalaku terasa sakit dan berat. seperti sebuah film, potongan potongan kejadian masa lalu terlintas dipikiranku. kejadian yang selamanya mungkin tak pernah ingin ku ingat kembali. kejadian yang membuat hidupku hancur. rentetan kejadian itu tiba tiba terlintas di kepalaku.seolah olah memaksaku untuk mengingatnya.

flashback

                3 tahun yang lalu.
                Malam itu aku sedang di meja makan bersama ayah dan ibu, tiba-tiba saja kepalaku mengalami sakit yang luar biasa. Aku kejang-kejang dan pingsan seketika. ayah yang seorang dokter segera membawaku ke rumah sakit dan melakukan scan. Malam itulah aku divonis menderita kanker otak stadium 2.
                Pertama kali menerima berita itu, aku stress berat. Aku berubah menjadi pemurung. Aku menolak kuliah bahkan bertemu dengan teman-temanku. Aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa aku akan meninggal. Aku takut itu semua akan terjadi padaku
                kedua orang tua angkatku berusaha keras membujukku agar aku mengikuti kemoterapi. Melihat mereka yang begitu menginginkan kesembuhanku, aku merasa semakin memiliki harapan. Aku mengikuti kemoterapi hampir setengah tahun, tapi tidak ada hasilnya sama sekali. Aku mulai menyerah dengan keadaanku dan menolak kemoterapi lebih lanjut.
Flashback end
“Dan baru saja ayah mengatakan bahwa kankerku sudah masuk stadium akhir”, gumamku.
                Itu berarti waktuku tinggal sedikit lagi. Aku sudah pasrah, aku hanya ingin menikmati waktu terakhirku dengan tenang bersama orang-orang yang ku sayangi
                BUKK…
                Sebuah bola basket mengenai tepat di wajahku, menyadarkanku dari lamunan panjangku. . Aku langsung jatuh terduduk sambil meringis kesakitan memegangi wajahku.
                “aku benar benar minta maaf. Kau tidak papa??” Aku mendongak dan mendapati sesosok pria berdiri di hadapanku dengan wajah khawatir.
                “ya aku tidak papa” kataku menenangkan dan berdiri. Sepertinya aku berdiri terlalu cepat karena badanku hampir jatuh lagi. jika pria itu tidak menahanku mungkin aku sudah terjatuh untuk yang kedua kalinya. Dengan lembut, dia meraih tanganku dan memapahku ke kursi terdekat.
                “ kau yakin?.Wajahmu pucat sekali .” tanyanya dengan khawatir, matanya menatapku lekat. Aku menggeleng pelan, mencoba menghilangkan pusing yang tiba-tiba menderaku. Kuambil bola yang ada di dekat kakiku dan menyerahkan padanya. “Ini bolamu kan?? Lebih baik kamu kembali. Sepertinya teman-temanmu sudah menunggu.” kataku sambil tersenyum, menunjuk sekumpulan pria yang tampak memanggil pria itu dari lapangan seberang.
                Dia menatapku ragu, akhirnya diapun berlari pergi menuju lapangan seberang. Aku hanya memandang kepergiannya dengan diam. Merasa iri dengan pria yang tidak kukenal itu. Betapa beruntungnya dia bisa menikmati hidupnya tanpa penyakit apapun. Seandainya aku juga bisa seperti itu. Kembali ke masa di mana aku bisa menikmati hidupku tanpa penyakit ini.
                Aku memukul kepalaku perlahan. aduh! Apa yang kamu pikirkan nina? Sadarlah!! Bukankah kamu sudah berjanji untuk menerima takdirmu sendiri. Jangan lemah!!. kau harus semangat, kataku dalam hati
                Tuhan, aku sudah berjanji untuk menerima takdirku. Jangan biarkan aku melemah dan terpuruk. Berikanlah aku kekuatan untuk menerima semua kenyataan ini. Bantulah aku untuk menjalani sisa waktuku ini dengan tenang.
                Aku tidak tau berapa lama aku duduk di luar, tapi sepertinya sudah cukup lama karena rasanya udara mulai dingin. Aku berdiri dan berjalan pergi tapi tiba-tiba rasa pusing ini menyerangku kembali. Aku terhuyung dan hampir jatuh ke tanah jika seseorang tidak menangkapku cepat. Aku tidak tau siapa dia karena pandanganku mulai buram dan tiba tiba semuanya terasa gelap.
- - - - - - - - - -
                Aku membuka mataku perlahan, berusaha bangun. “Akhh…” Kepalaku pusing sekali. Dimana aku?? Ucapku lemah.
                “Emm..” pria itu mengucek matanya dan mendongak menghadapku. Dia adalah pria yang tadi.“Nona sudah bangun?? apakah tidak ada bagian yang terasa sakit ??” tanyanya dengan khawatir melihatku yang tampak kesakitan.
                “Ini dimana??” Aku menyenderkan tubuhku, menatap sekelilingku. Aku ada di sebuah kamar yang tidak kukenal. Kamar ini tidak begitu besar tapi sangat rapi dan nyaman.
                “kau tadi tiba-tiba pingsan, jadi kubawa ke apartemenku. Aku tidak tau alamatmu. Apa kau baik-baik saja??” laki laki itu menatapku khawatir. “Aku tidak apa-apa. maaf sudah merepotkan.” kataku dengan penuh terimakasih. Aku bangun dari tempat tidur dan berjalan pergi.
                “kau mau kemana?? Ini sudah malam sekali.” dia memegang tanganku, mencegahku pergi. Aku menatap jam yang ada di meja. Pukul 10 malam. APA!! Gawat orang tuaku pasti sangat khawatir.
                “Lebih baik malam ini kau menginap saja. Ini..” tawarnya itu sambil menyerahkan handphone padaku. “pakai handphoneku saja untuk menelepon orang rumah. Besok kau akan kuantar pulang. Bagaimana??”
                Aku menatapnya ragu, akhirnya mengangguk. Sepertinya aku benar-benar gila karena menerima tawaran laki laki itu. Aku bahkan tidak mengenalnya, tapi sepertinya dia orang yang baik. Kuambil handphone itu dan menelepon orang tuaku.
                “nina!!! Kamu dimana???” kata ayah dengan khawatir bahkan sebelum aku mengatakan apapun.
                “Hari ini aku tidak pulang ayah. Aku menginap di rumah teman. Jangan khawatir.”
                “teman??” Kudengar nada ragu di sana. Aku tau ayah pasti ragu karena sudah lama aku tidak mempunyai teman. Aku tidak ingin terlalu dekat dengan seseorang karena suatu saat nanti pasti aku akan kehilangan mereka. Bukankah waktuku tinggal sebentar lagi.
                “ya ayah . tenang saja. Besok aku akan pulang. Sudah ya ayah.” Kututup handphone itu sebelum ayah bertanya lebih lanjut. “terimakasih.” kataku sambil tersenyum, mengembalikan handphonenya.
                Aku menatap sekeliling ruangan. Di salah satu sudut ada rak yang berisi berbagai macam cd. Kudekati rak itu. “Kamu suka menyanyi??” tanyaku, menatap salah satu cd yang betuliskan golden voice. Kutatap seluruh cd yang ada di rak itu. Rata-rata semuanya berhubungan dengan musik dan bernyanyi. pria itu mendekat, matanya menatapku. “ya.. aku suka sekali menyanyi. Aku ingin  suatu saat bisa memperdengarkan suaraku pada seluruh dunia.”
                Aku membalas tatapannya dan tersenyum tulus. “Aku yakin suatu saat kamu pasti bisa. Aku belum tau namamu. Aku nina anggreini.” Aku mengulurkan tanganku ke arahnya.
                “ohh.. aku firman bestian.” Dia menjabat tanganku dengan senyum manisnya
                “Boleh aku mendengarmu bernyanyi. Anggap saja aku penonton pertamamu.”, pintaku padanya
                “Baiklah. Aku akan memperdengarkan suara terbaikku. Aku yakin kau pasti terpesona.” katanya bersemangat.
                ”ya”
Dia pun mulai bernyanyi.
- - - - - - - - - -
                Hari itu adalah hari pertamaku mengenalnya. firman anak yang menyenangkan. Dia selalu positive thinking dalam menjalankan hidup, tidak pernah sekalipun ia putus asa. Dia yang mengajarkan banyak hal padaku. Dia membuatku merasa utuh, seakan tidak ada yang salah denganku. Didekatnya membuatku merasa hidup kembali.
                Sudah 3 bulan sejak perkenalanku dengannya. Sekarang kami menjadi sahabat. Dia adalah sahabat pertamaku . Kami saling berbagi cerita tentang apapun, kecuali tentang penyakitku. Aku tidak ingin dia menjauhiku karena penyakitku ini. Aku sering bertanya pada diri sendiri, apakah dia mau berteman denganku jika tau tentang penyakitku in??
                “hai...nina…” Seseorang menepuk pundakku pelan, dan berhasil membuyarkan dari lamunanku. “Kamu melamun lagi ya. Kamu hobi sekali melamun.” firman mengambil tempat duduk di hadapanku.
                “Aku melamun karena terlalu lama menunggumu tau. Apa kamu tidak sadar kalau kamu sudah telat hampir setengah jam??” kataku pura-pura kesal, dan menjitaknya pelan. Dia tersenyum penuh rahasia. “Aku punya sesuatu untukmu.”
                firman mengambil sesuatu dari kantongnya dan menyerahkan padaku. “tiket konserku.” Aku mendongak, menatapnya tidak percaya. “Kamu berhasil lolos audisi!!!” teriakku keras sambil memeluknya.
                Dia tertawa pelan, membalas pelukanku. “Ini berkatmu. Seandainya kamu tidak terus menyemangatiku, aku pasti sudah menyerah.”
                Aku melepas pelukanku, menatapnya senang. “Berkatku?? Ini berkat usahamu sendiri. Aku kan hanya sebagai penontonmu.” candaku.
“Kamu akan datang kan??” tanyanya, menatapku lekat.
                Aku mengangguk mantap. “Tentu saja aku akan datang, rugi sekali kalau aku sampai tidak datang menonton sahabatku tampil.”
                “Baguslah. Kalau begitu sebagai permohonan maaf karena sudah telat, aku akan mentraktirmu.”
                “Benarkah ?Wah~itu yang kutunggu dari tadi.”
- - - - - - - - - - -
                Aku menatap bayanganku di cermin, memastikan penampilanku sekali lagi. Malam ini adalah penampilan perdana bagi firman. Entah kenapa, aku ingin sekali tampil istimewa dihadapannya.           “Wah….cantiknya..” Aku menoleh dan mendapati ibuku berdiri di depan pintu, menatapku penuh sayang.
                “Tapi masih kalah dengan ibu.” candaku sambil tertawa. dia mendekat dan memelukku erat. “ibu senang akhirnya melihatmu bisa tertawa seperti ini. Rasanya sudah lama sekali tidak melihatmu tertawa seperti sekarang ini.”
                Aku membalas pelukannya. “Sekarang aku akan terus tertawa bu. Tenang saja.” kataku sambil tersenyum. “Sekarang aku akan pergi.” Kulepaskan pelukanku dan berjalan menuju pintu, tapi tiba-tiba badanku limbung. Kepalaku pusing.
                “nina..??” tanya ibuku dengan nada khawatir. Aku menegakkan badanku, berusaha menghilangkan rasa pusingku. “tidak papa bu. Aku baik baik saja. Sepertinya aku harus ke kamar mandi.” Dengan cepat aku berjalan ke kamar mandi. Kurasakan sesuatu yang hangat mengalir dihidungku.
                Jangan sekarang, ku mohon jangan sekarang. Aku ingin melihatnya tampil di tempat yang paling diinginkannya. Aku ingin menyemangatinya, ku umohon beri aku kekuatan.Kuseka darah yang mengalir dihidungku dan meminum obatku. “Bertahanlah nina!!” Ucapku semangat.
                Pusingku sudah berkurang dan darah sudah tidak mengalir lagi. Kuambil nafas dalam dan berjalan keluar kamar mandi. ibu berdiri di depan pintu kamar mandi, menatapku khawatir. “Aku baik-baik saja bu. Lebih baik aku pergi sekarang, sudah hampir telat.” kataku sepat sebelum ibu berkata apapun. Kucium pipinya sekilas dan pergi menuju stadion tempat firman konser.
- - - - - - - - - -
                Musik dimulai dan firman keluar. firman tampak mempesona di atas panggung. Dia tampak bersinar ketika menyanyi. Semua orang berteriak memanggil namanya, begitu juga aku. Firman , “ impianmu hampir menjadi kenyataan, sebentar lagi kamu pasti bisa memperdengarkan suaramu pada dunia. ” seru ku..
                Acara sudah selesai, tapi aku tidak beranjak dari kursi. Mataku masih menatap panggung yang kosong. Aku ingin mendengarnya bernyanyi sekali lagi. “Ternyata benar kamu masih disini.” Aku menoleh dan mendapati firman berdiri di belakangku. “Melamun lagi ya, aku yakin pasti kamu masih di sini. Bagaimana penampilanku??” tanyanya dengan bersemangat, matanya menatapku penasaran.
                “Hmm..gimana ya??” Aku memutar bola mata, pura-pura berpikir. Dia memanyunkan bibir cemberut, membuatku tertawa. “Kerennn… Kamu terlihat luar biasa.” kataku sambil tersenyum.
                Dia tertawa lega. “Syukurlah kamu bilang begitu, bagiku lebih penting pendapatmu dibanding pendapat orang lain. Lain kali akan kupastikan kamu bahkan tidak bisa-berkata-kata karena penampilanku. Lihat saja.”
                Lain kali?? Apa akan ada lain kali?? Apa masih ada waktu untukku?? Pikirku sedih…Tanpa sadar aku menangis, aku menyadarinya. Tidak akan ada lain kali, yang ada hanyalah, apakah ini akan menjadi yang terakhir. Aku bahkan tidak tau kapan kesempatan terakhirku untuk bertemu dengannya lagi
                “kenapa?? Apa aku melakukan hal yang salah?? Jangan menangis. Kumohon.” Bisiknya lembut, membuatku semakin sedih. Jangan seperti ini firman. Jangan terlalu lembut padaku, jangan membuatku tidak rela meninggalkan dunia ini. Jangan membuatku lemah. Jangan membuat perasaan ini semakin menyiksaku. Batinku..
                “aku mencintaimu nina, aku selalu ingin mengatakannya, tapi aku takut. Aku takut kamu akan menolakku, aku tau kamu hanya menganggapku sebagai sahabatmu, tapi aku tidak tahan lagi. Aku merasa kamu begitu jauh. Aku takut suatu saat kamu akan menghilang dari hadapanku. Maukah kamu menjadi pacarku??” katanya lembut, menggenggam tanganku.
                Aku tercengang mendengar perkataanya, aku tidak percaya dengan pendengaranku. Apa yang dia bilang?? Dia mencintaiku?? Aku tidak bisa, aku tidak bisa menerimanya, aku tidak pantas menerima cintanya. Tapi… aku juga sangat mencintainya. Maaf tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa melukai perasaanmu. Aku tidak bisa membuatmu merasa kehilangan ku, karena aku tahu bagaimana rasanya kehilangan.
                “ maaf tapi aku tidak bisa menerimamu, aku tidak mencintaimu, aku hanya menganggap kita hanya sahabat. Tidak lebih dari itu. Kumohon mengertilah firman “ kataku padanya. BOHONG !!! triakku dalam hati. Aku mencintaimu tapi aku tak bisa membuatmu semakin terluka.
                Kuambil nafas dalam dan berlari pergi meninggalkan tempat itu. Tidak lagi menoleh ke belakang, aku tidak tau seberapa cepat aku berlari, tapi bisa kupastikan, pertama kalinya aku dapat lari secepat ini sejak 17 tahun aku hidup. ketika kurasakan cairan hangat keluar dari hidungku dan pandanganku mulai mengabur. Pohon pohon disekitarku terasa berputar dengan cepat. Langit seakan menipuku, terkadang ia terlihat dekat tapi sedetik kemudian ia terlihat sangat jauh. Kemudian semuanya terasa gelap.
- - - - - - - - -
                Tuhan, kenapa rasanya begitu menyakitkan?? Kenapa rasanya tidak rela harus berpisah dengannya?? Kenapa sekarang aku tidak ingin menerima takdirku?? Aku ingin hidup. Aku tidak ingin mati. Aku ingin bersama dengannya selama sisa hidupku. Aku sangat mencintainya. Aku tidak ingin berpisah dengannya.
                “nina..” bisik seseorang pelan di telingaku.
                “Bangunlah.. jangan tinggalkan aku seperti ini.” kata seseorang lagi di telingaku. Suaranya bercampur dengan isak tangis. “Kumohon bangunlah…”
                Suara itu… Aku tau siapa itu.. Aku ingin melihatnya. Kumohon biarkan aku melihatnya untuk terakhir kali. Kumohon biarkan aku mengatakan bahwa aku sangat mencintainya. Kumohon berikan aku waktu sedikit lagi.
                Kubuka mataku perlahan dengan susah payah. Dia berdiri di sampingku, menatapku dengan kesedihan yang mendalam. Air mata mengalir di pipinya. Kuulurkan tangan ke arahnya, menghapus air mata di pipinya. “Jangan menangis..” bisikku lirih.
                Firman menggenggam tanganku erat, menatapku lekat.
                Aku mengigit bibir, mencoba menahan rasa sakit yang semakin menghantamku. Jangan sekarang. Tuhan, Beri aku kesempatan mengatakan kepadanya. Beri aku kesempatan menjelaskan semuanya.
                “Aku menyadarinya firman, aku tidak pantas untukmu. Aku hanyalah seorang gadis yang hidupnya tidak lama lagi. Kamu berhak mendapatkan yang terbaik. Aku tidak ingin menghancurkan mimpimu. Aku akan mati firman.” kataku tercekat dalam tangis ku
                kulihat dia tampak bingung karena tiba tiba aku menbicarakan soal kematian. Tanpa memberikan kesempatan untuk bertanya aku segera berkata padanya “ maaf, sebenarnya aku terkena kanker otak stadium akhir, aku tidak bisa menerimamu ka.. rena aku ta..hu hidup ku... sudah tid..ak lama lagi “ kataku dengan tersenggal senggal. “ semua yang kukatakan tadi bohong “ kataku lirih.
                “ nina. Jangan bermain main. Apa maksudmu sebenarnya “ katanya bingung.
                Tuhan, terimakasih atas kesempatan yang Engkau berikan padaku untuk mengenalnya?? Terimakasih telah memberikan cinta di akhir hidupku. Terimakasih atas hidup yang Engkau berikan kepadaku hingga saat ini.
                Tuhan, dialah cinta pertama dan terakhirku. Berikanlah dia kebahagiaan di setiap perjalanannya. Buatlah dia selalu tersenyum. Kumohon jagalah dia Tuhan karena cintaku untuknya tidak pernah berhenti sampai kapanpun.
                “ aku mencintaimu selamanya... “
                Pandanganku mengabur dan semuanya menghilang.
2 tahun kemudian ( 5 maret 2011 )
firman bestian pov
                “ aku kembali lagi, nina apa kau bahagia disana ??. emm, aku ingin bercerita padamu, sekarang impianku sudah tercapai. Aku sudah menjadi penyanyi, itu semua berkat kau. Terimakasih. Terimakasih karna telah memberiku semangat, terimakasih karna telah mencintaiku di sisa hidupmu. Sekali lagi terimakasih. Boleh aku minta satu hal dari mu ..???.” kataku dalam hati.
                Hatiku sebenarnya sakit. Aku masih belum bisa menerima jika gadis yang kucintai terbaring lemah ditelan bumi. Tapi aku berjanji padamu nina, aku akan bahagia dan selalu tersenyum jika itu bisa membuatmu bahagia disana. Apa kau bisa mendengar suara hatiku ??.“ yang kuminta adalah, jaga hatiku. Aku menitipkan semua hatiku untukmu. Kumohon jaga hatiku. Meski semua hal telah berubah, tapi satu yang bisa kupastikan tidak akan pernah berubah.. mencintaimu “. walaupun kau dan aku ada di dunia yang berbeda tapi aku tetap mencintaimu. CAUSE My love never die.

The end